Kebohongan Publik di Balik Kampanye Kurva Landai

0
285

Oleh: Hj. Padliyati Siregar ST

Pemerintah mengampanyekan “Gerakan Kurva Landai”. Ini merupakan seruan agar kasus positif Virus Corona bisa berkurang dan tak menularkan ke orang lain.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan gerakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dengan cara memastikan tidak menularkan orang lain begitu juga sebaliknya.

Padahal Tim Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) menuliskan, hingga saat ini Indonesia belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.
Tim EOCRU itu terdiri dari Peneliti EOCRU Iqbal Elyazar, Ahli Statistik EOCRU Karina Dian Lestari, mahasiswi doktoral Nuffield Department of Medicine University of Oxford Lenny Lia Ekawati, dan epidemologis EOCRU Rosa Nora Lina. Dalam tulisan yang dipublikasikan di laman The Conversation pada Jumat (8/5/2020), mereka meragukan adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru Covid-19.

Alat visualisasi standar, sekaligus paling populer, untuk menjelaskan situasi perlambatan ini adalah kurva epidemiologis (kurva epidemi). Kurva ini biasanya digunakan untuk menjelaskan perjalanan pandemi, menentukan sumber dan kapan terjadinya penularan, menentukan puncak pandemi, memperkirakan akhir pandemi, serta mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.

Masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.

Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru Covid-19 cukup meragukan.

Untuk itu pemerintah perlu menggunakan kurva epidemi standar tersebut sebagai salah satu cara menilai pelaksanaan kebijakan pengendalian Covid-19.

Pemerintah Indonesia telah memilih strategi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Larangan Mudik untuk memutus rantai penularan conoravirus.

Pasal 17 Permenkes No 9 Tahun 2020 tentang PSBB telah mensyaratkan butuhnya bukti ilmiah untuk menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam menurunkan jumlah kasus baru.

Kita semua tentu ingin pandemi ini segera berakhir. Kabar baik yang ditunjang dengan alat ukur yang valid, akurat, dan tepercaya, akan memberikan harapan. Hal itulah yang kini mungkin absen di Indonesia.

Ada yang patut di waspadai pemerintah menggunakan beragam cara untuk memenangkan kepentingan bisnis segelintir kapitalis dan mengorbankan keselamatan rakyat.

Kampanye kurva landai disosialisasikan untuk menunjukkan keberhasilan pemerintah menekan sebaran virus dan menjadi legitimasi kesehatan untuk melonggarkan PSBB untuk kepentingan ekonomi.

Ini adalah sebuah kebohongan publik. Faktanya,para ahli justru menyoal klaim perlambatan sebaran virus tersebut,karena Indonesia belum punya kurva tersebut.

Apa yang dilakukan pemerintah hari ini menunjukkan betapa bahayanya kebijakan yang di lakukan karena didesak oleh kepentingan ekonomi.

Islam Menjamin Pemenuhan kebutuhan hidup dan Keselamatan Rakyatnya

Dalam Islam jaminan kesehatan ditanggung oleh Negara , dengan memberikan jaminan kesehatan kepada warganya, karena Keberadaan rumah sakit dengan fasilitas yang mumpuni menjadi tanggung jawab negara. Dalam islam haram berbisnis penyakit! Sehingga rumah sakit bukanlah tempat bisnis sebagaimana didalam negara kapitalis.

Pelayanan kesehatan dalam Islam adalah pelayanan publik yang ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik, sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah SAW melalui sabdanya :

“Barang siapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR. Ibnu Majah)

Begitulah Islam menjamin layanan kesehatan. Semuanya digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan Khalifah setelahnya, seperti kisah Umar bin Khaththab yang mengalokasikan anggaran Baitul Mal untuk mengatasi wabah lepra di Syam, menjadi bukti bahwa Islam sangat memperhatikan kesehatan warganya.

Serta untuk menjamin ekonomi dan kebutuhan hidup warganya, dalam negara Syariat Islam telah memberikan kewenangan kepada pemimpin (Khalifah) untuk mengelola sumber daya alam yang melimpah ruah. Dikelola negara untuk kemashlahatan warganya, hasil pengelolaanya menjadi harta milik umum (Milkiyatul Ammah) yang dipakai untuk mengurusi kebutuhan pokok warganya. Dalam Negara Islam juga telah menetapkan penggunaan harta negara untuk memenuhi kebutuhan pokok warganya. Karena dalam Islam itu merupakan tanggung jawab negara dan pemimpin (Khalifah), sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah :

..الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).

Bukannya negara dan pemimpin lepas tangan dengan memberikan SDA kepada Asing untuk dikelolah. Sebagaimana di Indonesia 80% sumber daya alam dikelolah Asing dan hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang melalui pembayaran pajak perusahaan. Yang entah siapa yang menikmati hasilnya, Sungguh sangat ironis.

Maka, saat ini sangat relevan jika umat Islam ingin kembali menghadirkan Negara yang berideologi Islam. Sebab, visi Negara Islam adalah melayani kepentingan umat. Negara hadir dalam rangka melayani urusan umat dengan berlandaskan hukum-hukum syariah. Peran negara sangat vital. Negara dalam di dalam Islam berkewajiban memenuhi kebutuhan tiap-tiap warganya. Dalam Negara Islam, tugas utama dalam visi ekonomi negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan primer tiap individu, sebab indikator kesuksesannya adalah indikator mikro yakni terpenuhinya kebutuhan tiap-tiap warganya.

Jelas, dalam negara Islam (Khilafah) tidak akan ragu melakukan lockdown untuk memutus penyebaran wabah yang menular dengan berbagai konsekuensinya, sebab negara tidak akan perhitungan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya, dan akan mengeluarkan anggaran berapapun nilainya demi menjaga keselamatan dan nyawa warganya. Karena jaminan nyawa adalah jaminan atas keberlangsungan hamba menyembah Allah SWT yang akan terus beribadah kepada-Nya hingga hari kiamat. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here