Manisnya Cukai Receh

0
312

Oleh: Irohima

Di tengah carut-marutnya perekonomian bangsa ini, tentu kabar akan naiknya harga beberapa komoditas konsumsi masyarakat merupakan kabar yang tak menyenangkan. Terlepas dari alasan kepentingan pelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat, wacana ini dirasa tak bijak dilakukan dan terkesan malah menambah kegaduhan karena di saat yang sama, masyarakat tengah dihadapkan pada situasi dimana harga kebutuhan pokok yang melambung.

Beberapa komoditas yang akan dikenai bea cukai yaitu minuman berpemanis seperti teh kemasan, kopi konsentrat, minuman berkarbonasi, kantong plastik alias tas kresek dan mobil atau sepeda motor, atau kendaraan bermotor apa saja yang menghasilkan emisi karbondioksida (CO2). Dan jika kebijakan ini diberlakukan maka menurut Sri Mulyani penerimaan negara dari ketiga cukai itu bisa mencapai lebih dari 22 triliun.

Tujuan Sri Mulyani memperluas penerapan cukai pada ketiga komoditas tersebut selain untuk kepentingan lingkungan dan kesehatan tentu saja untuk menambah pendapatan negara. Untuk kantong plastik skema tariff cukainya akan ditetapkan Rp.30000/kg atau sebesar Rp.200/lembar, jika sekarang harga kantong plastic Rp.200/lembar, setelah dikenai cukai akan naik menjadi Rp 400 atau Rp 500/lembar. Dengan asumsi konsumsi plastic 53,5 juta kg/tahun, potensi penerimaan bisa mencapai Rp.1,605 triliun.
Kenaikan harga ini diharapkan dapat mengatasi isu sampah plastik di Indonesia. Cukai dari minuman berpemanis tak kalah manisnya dari cukai plastic, dengan skema tarif energy drink dan semacamnya Rp.2500/liter, teh kemasan Rp.1500/liter, minuman berkarbonasi Rp.2500/liter. Harga ketiga jenis produk apapun nama atau merknya kelak akan naik di kisaran Rp.1500-2500/liter, dengan harga itu potensi pendapatan yang akan didapat berkisar sebesar Rp.1,7 trilyun. Belum lagi cukai kendaraan bermotor yang berpotensi mencapai Rp.15,7 triliun. Angka yang mencapai triliunan pada komoditas yang akan dikenai cukai adalah nilai yang lumayan manis dari komoditas yang biasa dianggap receh namun akan berdampak sangat besar karena berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat kecil yang menjadi pelaku atau konsumen di lingkaran pasar.

Pajak adalah iuran wajib atau kontribusi wajib kepada negara yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma norma hukum guna menutupi biaya produksi barang dan jasa jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.Dalam sistem ekonomi kapitalis, cukai atau pajak adalah hal yang biasa dan merupakan salah satu sumber pendapatan negara.Turun naiknya cukai atau pajak tentu akan sangat berpengaruh pada roda perekonomian suatu bangsa,dan akan berdampak langsung pada masyarakat khususnya masyarakat dengan taraf ekonomi lemah. Tingginya pajak dan banyaknya jenis komoditas yang dikenai pajak akan menambah pundi pundi pendapatan negara namun di lain pihak akan menambah beban masyarakat kecil. Berbagai kebjakan pajak apapun terlebih diterapkan dalam kondisi perkeonomian masyarakat yang lemah akan mengakibatkan timbulnya berbagai masalah social seperti pengangguran yang meningkat dan kemiskinan yang merajalela.

Di tengah tingginya angka pengangguran dan tingkat kemiskinan yang tinggi di negeri ini, menarik cukai dari komoditas minuman manis misalnya,tentu akan menaikkan harga jual dan berpengaruh pada turunnya daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi juga akan mengurangi bahkan menghilangkan pendapatan masyarakat yang ber profesi sebagai pedagang kecil/asongan.

Minuman manis bentuk sachet maupun kemasan lain adalah produk yang telah beredar banyak di masyarakat dan menjadi konsumsi serta menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat kecil, menaikkan cukai bukan satu satunya solusi untuk menekan risiko penyakit mematikan yang disebabkan konsumsi gula berlebih. Malah akan menimbulkan gejolak social dengan bertambahnya angka pengangguran.

Begitu juga dengan kebijakan kenaikan cukai kantong plastic, kebijakan ini hanya menyasar pada kantong plastik bukan pada barang plastic lain. Dampaknya tidak signifikan untuk mengatasi problem sampah plastik di Indonesia. Bahkan untuk penerapan cukai kendaraan bermotor juga kurang tepat, karena kendaraan bermotor bukanlah satu satunya sumber emisi karbon, banyak sektor industri dan manufaktur yang menghasilkan lebih banyak emisi karbon.

Usulan Sri Mulyani meski didukung banyak pihak namun tak sedikit yang meragukan bahkan menilai wacana kenaikan cukai demi tujuan kesehatan masyarakat dan lingkungan ini tidak efektif. Banyaknya tarif pajak yang mengalami kenaikan belakangan ini sejatinya untuk menutupi Anggaran Penerimaan Dan Belanja Negara (APBN) yang deficit. Saat ini Kementrian Keuangan mencatat sepanjang 2019 APBN mengalami deficit sebesar Rp.353 trilyun. Fakta inilah yang membuat Iwan Sumule berpandangan bahwa Sri Mulyani tak layak dipertahankan sebagai mentri keuangan mengingat kasus APBN yang defisit berkepanjangan serta makin menumpuknya hutang luar negri.

Variatifnya sektor komoditas yang dikenakan pajak merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi kapitalis. Dalam ekonomi kapitalis, pajak adalah sektor andalan utama sumber penghasilan negara. Minimnya peran negara dalam perekonomian kapitalis menyebabkan berbagai kebijakan ekonomi yang lahir, lebih pro ke kapitalis daripada rakyat. Peningkatan pendapatan negara dari pajak merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis. Negara dalam sistem kapitalis akan lebih tersandera oleh berbagai kepentingan kaum capital. Kesejahteraan rakyat yang diserahkan kepada mekanisme pasar dan pihak swasta membuat negara benar benar kehilangan perannya sebagai periayah umat.

Sistem ekonomi kapitalis menjadikan pajak berperan sebagai fungsi budgeter dan regulator. Fungsi budgeter yaitu menjadikan pajak sebagai sumber utama penghasilan pendapatan negara, dalam hal ini penguasa akan terus meningkatkan objek pajak dan subjeknya jadi tidak mengherankan jika terjadi kenaikan tariff pajak pertahun serta terjadi perluasan cakupan pajak dari berbagai sektor. Yang kedua, pajak sebagai fungsi regulasi yaitu menjadikan pajak sebagai alat untuk mengatur pelaksanaan kebijakan dibidang ekonomi dan social. Dengan fungsi ini pajak diharapkan bisa menjadi sarana mendistribusikan kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin, namun pada fakta tak seesuai ekspektasi, selalu saja APBN yang disusun pemerintah tidak menampakkan keberpihakannya pada rakyat. Contohnya RAPBN 2010, dilihat dari menurunnya anggaran subsidi dari Rp.166,9 T menjadi Rp.144,3 T ini dinilai lebih pro pada birokrat dan kalangan kapitalis.

Sistem kapitalisme mengondisikan anggaran negara untuk jaminan sosial bagi rakyat teramat minim dan inilah yang menyebabkan pemerintah mengalihkan tanggung jawab sosialnya kepada swasta baik individu maupun perusahaan padahal sejatinya negaralah yang bertanggung jawab akan kesejahteraan rakyatnya dengan tidak menyerahkan kepemilikan aset negara dan tidak menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta ataupun asing. Karena aset negara yang berupa SDA yang melimpah bisa menjadi sumber pendapatan negara yang kelak dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Tapi dalam sistem kapitalis, aset negara yang berharga akan dengan mudah dimiliki oleh para kapitalis dan mengelolanya untuk kepentingan sendiri. Di sini bobroknya sistem kapitalisme,saat para kaum capital berpesta, negara sibuk mencari dana hingga berhutang untuk membangun berbagai infrastruktur yang terkadang tak menyentuh rakyat namun justru untuk kepentingan kapitalis. Hingga rakyatlah yang kembali menjadi korban, dibebani berbagai pajak demi menutupi hutang negara ataupun menutupi deficit anggaran.

Dalam Islam, negara tidak boleh memungut pajak secara rutin dan terstruktur, Pajak hanya akan diambil pada saat baitul mal kosong atau pada saat negara dalam kondisi kekurangan anggaran sementara ada pembiayaan yang wajib dilakukan dan akan menimbulkan bahaya bagi kaum muslim, namun penarikan pajak dalam islam pun harus memenuhi ketentuan syariat yaitu pajak bersifat sementara dan tidak kontinu; pajak hanya diambil ketika dalam keadaan darurat; pajak hanya diambil dari orang kaya dan muslim (non muslim tidak diperbolehkan) serta jumlah yang ditarik tidak boleh melebihii kebutuhan.

Sangat kontras perbedaan pajak dalam sistem Islam dan kapitalis dimana islam hanya menarik pajak saat kondisi benar benar darurat dan jika tidak ada keadaan yang demikian maka negara dalam islam sama sekali tidak akan pernah menerapkan cukai atau pajak bagi sektor atau komoditas apapun, sementara kapitalis justru menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Tentu saja hidup dalam keadaan tanpa pajak akan jauh lebih baik dan menguntungkan daripada hidup dengan beban pajak dan hutang negara yang menggunung. Sebagai muslim rasanya tak ada alasan lagi untuk menolak syariat dan kembali pada Islam yang kaffah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang rahmatan lil alamin dan kehidupan yang diridlai oleh Allah SWT. Wallahualam bisshawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here