
Oleh : Riyulianasari
Berdasarkan informasi dari Mabes Polri, pendiri Pasar Muamalah Depok Zaim Saidi, disangkakan dua pasal sekaligus. Kedua pasal tersebut adalah Pasal 9 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 33 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Barang siapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 15 tahun.
Sementara pada Pasal 33 berbunyi:
(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam kasus Pasar Muamalah ini, Zaim berperan sebagai inisiator dan penyedia lapak. Pasar Muamalah disebutkan sebagai pengelola, dan Wakala induk untuk menukar rupiah dengan koin Dinar atau Dirham.
Pada Selasa (2/2/2021) Bareskrim Polri menangkap pendiri Pasar Muamalah Depok, Jawa Barat, Zaim Saidi. Kabar penangkapan itu dikonfirmasi oleh Karo Penmas Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono. Dia menjelaskan penangkapan dilakukan Subunit 4 Bareskrim. “Iya benar,” kata Rusdi di Jakarta, Rabu (3/2/2021), Okenews.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, KH. Anwar Abbas mempertanyakan proses hukum terhadap aktivitas Pasar Muamalah yang menggunakan dinar dan dirham dalam bertransaksi. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, KH Anwar Abbas, membandingkanya dengan banyaknya penggunaan uang asing termasuk dolar, dalam transaksi wisatawan asing di Bali.
Di Bali kita lihat masih banyak orang melakukan transaksi dengan dolar AS, ini tentu saja maksudnya adalah untuk memudahkan transaksi terutama dengan wisatawan asing. Tapi ini tentu tidak bisa kita terima, karena akan membawa dampak negatif bagi perekonomian nasional,” kata KH Anwar Abbas dalam pernyataan tertulis kepada kumparan, Jumat (5/2).
Menurutnya, jika transaksi menggunakan uang asing berlangsung masif di Indonesia, maka kebutuhan rupiah rupiah tentu akan menurun. Sehingga bisa-bisa nilai tukar rupiah akan menurun dan tidak baik bagi perekonomian nasional.
Karenanya dia memahami, mengapa UU Mata Uang mengharuskan penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran resmi di wilayah Indonesia. Dan karena salah satu tugas Bank Indonesia (BI) adalah menjaga nilai tukar, maka BI harus mengawal pelaksanaan aturan tersebut
Tapi KH Anwar Abbas menilai, transaksi di Pasar Muamalah Depok, tidak menggunakan mata uang asing. Dinar dan Dirham yang digunakan, menurutnya bukan mata uang resmi negara asing, melainkan koin dari emas dan perak yang dibeli dari PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) atau dari pihak lainnya. Dan itu tentu mereka bayar dengan mata uang rupiah.
Oleh karena itu, menurut Anwar Abbas, transaksi di Pasar Muamalah bisa dikategorikan ke dalam tiga bentuk yaitu:
Pertama, sama dengan transaksi barter. Yaitu pertukaran antara komoditas (emas atau perak) dengan barang lainnya seperti TV, sepeda, makanan dan minuman, atau produk lainnya.
Kedua, transaksi tersebut mirip dengan transaksi yang mempergunakan voucher. Karena yang akan berbelanja, membeli atau menukarkan terlebih dahulu uang rupiahnya ke dalam bentuk dinar dan dirham, baru mereka bisa berbelanja di pasar tersebut. Praktik transaksi mempergunajan voucher ini juga sudah banyak terjadi di negeri ini.
Ketiga, Dinar dan Dirham yang mereka pergunakan itu mirip dengan penggunaan koin di tempat permainan anak-anak, di mana kalau sang anak ingin mempergunakan mainan A misalnya, maka dia harus membeli koin dulu dengan rupiah, lalu koin itulah yang digunakan untuk membayar permainan.
Saya rasa kalau transaksi barter dan atau kita bertransaksi dengan mempergunakan voucher dan koin tersebut, kan tidak ada masalah. Lalu pertanyaannya mengapa pelaku yang ada di Pasar Muamalah Depok itu ditangkap oleh Polisi? Apa dasarnya?” ujar KH Anwar Abbas.
Menurutnya aspek hukum persoalan ini dia tidak memahami. Tapi yang pasti Ketua PP Muhammadiyah itu penggunaan dinar dan dirham di Pasar Muamalah tidak masuk ke dalam kategori mempergunakan mata uang asing, KumparanBISNIS.
Sistem kapitalisme sekuler Demokrasi yang menjadi adidaya saat ini adalah Amerika Serikat. AS menggunakan mata uang kertas sebagai alat tukar. Sebagai negara adidaya, AS akan selalu menjaga agar negaranya tetap menjadi negara super power. Mata uang dolar menjadi penentu kestabilan ekonomi dunia. Bahkan menjadi acuan bagi naik atau turunnya harga emas bahkan semua harga komoditi dipengaruhi oleh dolar AS.
Penerapan sistem kapitalisme Demokrasi telah menciptakan krisis di berbagai negeri, rakyat miskin dan serba kekurangan tidak sulit ditemukan di negeri ini. Pemalsuan uang kertas pun sering dilakukan rakyat karena kesempitan ekonomi yang mendera atau terlilit hutang yang sangat dalam. Sementara negara selalu menawarkan solusi agar rakyat meminjam uang dengan bunga lunak untuk modal usaha. Kenyataannya usaha tutup hutang menganga bahkan mengancam jiwa. Harta benda bahkan nyawa pun menjadi taruhannya. Inilah penderitaan rakyat yang berkepanjangan akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler Demokrasi yang selalu memberikan harapan dan janji kesejahteraan palsu bagi rakyat.
Tetapi kenyataannya rakyat makin sengsara. Penggunaan alat tukar selain uang kertas seharusnya ditanggapi oleh pemerintah sebagai evaluasi “mengapa rakyat bertindak demikian”?
Jika pemerintah peduli terhadap nasib rakyat, seharusnya pemerintah memberikan solusi terhadap persoalan ekonomi yang semakin menyengsarakan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menyengsarakan rakyat, ditambah lagi dengan dampak pandemi covid 19 yang membuat rakyat kehilangan pekerjaan. Tetapi di sisi lain pemerintah menganggarkan dana yang besar atas nama penanggulangan Covid. Maka dampak kemiskinan dan kesempitan hidup terlihat dengan banyaknya pelaku begal. Bagi yang tidak sanggup menjalani hidup akan memilih bunuh diri. Rakyat seharusnya di edukasi oleh pemerintah dan dianalisa apa yang menyebabkan rakyat sengsara serta diberikan solusi yang tepat agar tidak terjadi korban yang terus-menerus.
Sesungguhnya mata uang emas (Dinar) dan perak (Dirham) sudah di kenal di dunia sebagai mata uang negara Islam yang di kenal dengan nama Khilafah. Bahkan saat ini penggunaan mata uang tersebut masih berlaku di sebagian negeri negeri Islam yaitu di Irak, Iran, Yordania, dan Libya.
Indonesia sendiri menggunakan mata uang kertas sebagai alat tukarnya. Penguasaan barat terhadap ekonomi dan politik Indonesia sangat kentara. Semua kebijakan di Indonesia tidak terlepas dari adanya intervensi AS sebagai negara adidaya. Begitu banyaknya kepentingan para kapitalis yang mengendalikan kebijakan pemerintah yang menyebabkan rakyat makin sengsara.
Bukankah Indonesia sudah sangat terkenal sebagai sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam yang membuat para penjajah ingin menguasai negeri negeri islam khususnya Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. Untuk melanggengkan penjajahan barat, apa saja yang berhubungan dengan Islam akan di kriminalisasi. Padahal penggunaan mata uang dinar dan dirham dapat menyelamatkan perekonomian dunia dari krisis yang terjadi secara berkepanjangan. Apalagi jika mayoritas penduduk dunia telah menginginkan diatur dengan aturan Allah SWT berupa syariah yang lengkap dan sempurna. Sistem pemerintahannya bernama Khilafah. Mengapa tidak? ***
Wallahualam bishawab.


