Kliksumatera.com, PALEMBANG- Zulkifli Rassy menceritakan mengenai kronologis terjadinya judul pemberitaan di salah satu media Harian Cetak pada tanggal 8 Oktober 2019 yang berjudul ‘Hakim Ketua Marahi Saksi Ahli’.
Menurut Zulkifli Rassy yang pertama bahwa hal tersebut tidaklah benar. Sebab dirinya hanya diminta oleh Kuasa hukum Heriyanto SH, untuk memberikan keterangan ahli terkait dengan akta kuasa direktur.
Sedangkan permintaan dari kuasa hukum tentang perihal surat tersebut mohon saksi untuk memberikan keterangan ahli dalam perkara nomor 18/PID. SUS. TPK.2019. PN Palembang.
Terkait akta kuasa direktur yang dibuat oleh Notaris Minaldi yaitu pada tanggal 13 Agustus 2013 dengan akta nomor 19 karena menurut yang ada di dalam akta itu terdakwa M. Toha tadi tidak menandatangani. Kemudian M. Toha juga tidak pernah merasa menghadap ke Notaris yang dimaksud. ‘’Inilah yang diminta kemarin sehingga saya menghadiri di persidangan dengan Surat Penunjukan dari Kemenkumham yaitu tentang penunjukan saksi ahli dalam memberikan keterangan,’’ tegas Zulkifli Rassy, Sabtu (12/10).
Zulkifli juga menjelaskan bahwa sebelumnya memang ada perdebatan dengan Majelis hakim terkait kehadiran dia sebagai saksi ahli yang menjelaskan bahwa untuk kehadiran Notaris itu tidak bisa dipanggil tanpa persetujuan Majelis Kehormatan Notaris di dalam persidangan. Hal tersebut sudah diatur dalam Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016.
Menurut Majelis hakim pada saat itu bahwa semua warga negara itu harus tunduk dan dapat dipanggil sesuai dengan KUHP.
‘’Kemudian saya jelaskan bahwa Notaris itu, tunduk di dalam Undang-Undang. Jabatan Notaris yang merupakan ‘Lex Spesialis’ karena dia tunduk di ketentuan,’’ cetus Zul lagi.
Kemudian dia menjelaskan kepada Majelis Hakim dan membacakan pasal- pasal dalam Undang-undang Jabatan Notaris yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 atas perubahan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004. ‘’Kemudian saya jelaskan bahwa ketentuan di Pasal 66 itu untuk kepentingan proses peradilan penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang untuk mengambil foto copy minute akta dan surat- surat yang dilekatkan pada minute akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris,’’ ungkapnya.
Kemudian, memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
‘’Nah hal ini lah yang memicu awal mulanya perdebatan saya dengan Ketua Majelis Hakim, bukan memarahi saya sebagai saksi ahli. Jadi ada dugaan salah kaprah dalam pemahaman konteksnya sehingga muncul pemberitaan yang demikian itu dari wartawan,’’ tegas Zul.
Sehingga Ketua Majelis Hakim meminta kami sebagai saksi ahli untuk memperlihatkan kembali surat persetujuan atau penunjukan kami supaya bisa hadir di dalam persidangan tersebut. Karena menurut Majelis Hakim kehadirannya tidak mendapat izin dari Majelis Kehormatan Notaris.
‘’Kemudian saya jelaskan bahwa kehadiran saya di sini bukan kapasitas saya sebagai Notaris akan tetapi kapasitas saya adalah sebagai saksi yang memberikan keterangan ahli yang diminta oleh Penasehat Hukum untuk kepentingan terdakwa Ahmad Toha. Tentunya kapasitas saya sebagai saksi yang memberikan keterangan ahli bukan sebagai Notaris yang diminta dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris,’’ tandas Zul seraya menambahkan semoga kesalahpahaman itu tak lagi terulang sehingga judul berita pun patut diluruskan agar tak menimbulkan polemik di kemudian hari.
Laporan : Andre
Editor/Posting : Imam Ghazali